Selasa, 10 Mei 2016
Apa Saja Hal yang Harus Ada di Sebuah Klinik Gigi?
1. Dental Chair
Kalo nggak ada dental chair, bisa jadi seorang dokter gigi melakukan perawatan pasien di kursi tembak atau bahkan telentang di lantai.
2. Dokter Gigi
Gimana ceritanya kalo pasien udah dateng ke klinik gigi, terus ternyata nggak ada dokter giginya? Ternyata, klinik giginya udah berdiri duluan dan dokter giginya masih belum lulus koas. Miris.
3. Pasien
Klinik ada. Dokter gigi ada. Dental chair ada. Pasien nggak ada. Ya, bangkrut.
4. Alat dan bahan
Di klinik gigi pribadi, kita nggak mungkin meminjam alat dan bahan kayak zaman praktikum atau zaman koas. Mungkin, nggak, pas lagi ngerawat pasien di klinik pribadi kejadiannya begini,
“Halo, Bro. Lo di mana? Gue lagi praktek, nih. Boleh minjem cermin mulut sama spatula semen lo, nggak? Oh, iya. Sekalian alginat, ya. Entar gue ganti.”
“Oh. Oke. Bentar. Gue paketin dulu, ya. Soalnya gue lagi PTT di Timbuktu.”
Akhirnya, perawatan pasien pun kelar setelah 2 juta purnama.
5. Fasilitas di Ruang Tunggu
Kita harus membuat suasana senyaman mungkin di ruang tunggu. Pasien yang sedang antri harus dibuat senyaman mungkin. Jangan lupa menaruh kursi di ruang tunggu. Jangan sampai pasien antri dan menunggu dalam keadaan jongkok. Terus AC/kipas angin. Nanti pasiennya kepanasan dan keringetan. Supaya nggak bosan menunggu, di ruang tunggu kalo bisa sediakan majalah dan TV. Majalah yang disediakan jangan majalah dewasa, ya. Berbahaya bagi kelangsungan hidup dokter gigi wanita dan perawat wanita. TV juga jangan disetel ke channel yang menayangkan serial Uttaran. Takutnya pasiennya keasikan dan nggak pulang-pulang; nginep di ruang tunggu.
6. Gelas Kumur
Kelihatannya sepele. Tapi, fungsinya besar banget. Contoh, ya.
“Silakan kumur-kumur dulu, Mbak”
“Eh? Gelas kumurnya mana, dok?”
“Nggak ada, Mbak. Itu. Silakan mangap di keran. Atau kalo mbak kuat, silakan kumur-kumur lanngsung dari galon yang ada di sudut”
Busyet amat, kan?
7. Listrik, Lampu, dan Air
Kalo listrik mati, lampu gelap, air nggak ada. Gue mau nanya. Itu klinik atau kos-kosan mahasiswa yang nunggak iuran PAM dan PLN?
8. Tempat Sampah
Bisa bayangkan kalo dokter giginya ngomong begini ke pasien,
“Mbak. Tissue sama tampon bekas darahnya mohon dibawa pulang, ya. Di klinik kita nggak nyediain tempat sampah.” Hmmm
9. Toilet
Jangan tega ngeliat pasien kebelet nahan pipis dan BAB. Masa’ nyuruh pasien pipis di bawah batang pohon atau BAB di kresek terus dibawa pulang?
10. Dan banyak hal lainnya. Capek gue nulisin. Hahaahaha
Sabtu, 30 April 2016
Empat Benda yang Sering Hilang di FKG
1.
Pena
Sering
kehilangan pena? Sering banget. Herannya, momen tersering di mana anak FKG kehilangan pena adalah saat
ACC. Ketika hendak minta tanda tangan ACC ke dosen, tiba-tiba raib. Teman-teman
kita kadang bertingkah seperti tuyul. Terkadang pun, kita khilaf menjadi tuyul.
Kehilangan pena juga bisa didahului dengan kalimat, “Bro, pinjem pena lo
bentar, yak”. Menurut hasil survey dari drg. Cak Lontong, 100% peminjaman pena
yang didahului dengan kalimat seperti itu, 50% penanya raib, 50% penanya pindah
kantong. Makanya ketika ada teman yang mengucapkan kalimat sepeti tadi,
siap-siaplah untuk mengikhlaskan. Siap-siap untuk kehilangan. Jangan terlalu
banyak berharap untuk kepulangan penamu kembali.Saran, nih. Kalo nggak mau
rugi-rugi amat, ketika ada teman yang meminjam pen, langsung aja tagih duit.
“Bro,
pinjem pena standard/pilot lo, dong”
“Oh,
boleh. Bayar uang jaminan dulu, ya. 20 ribu”
Jadi,
kalo mau hilang, ya, bodo amat. Gue yakin, kalo lo begitu, dalam waktu 3 bulan,
lo bisa dapet duit yang cukup untuk buka Indomaret. Karena entah kenapa, kampus
adalah lahan basah untuk bisnis rental pena.
2.
Peralatan praktikum yang kecil-kecil
Kenapa
gue bilang “yang kecil-kecil”? Karena kalo ada yang secara sengaja maupun nggak
sengaja terbawa pulang peralatan milik orang lain yang gede-gede kayak
kompresor atau alat press. Kelewatan! Niat banget! Peralatan kecil yang sering
raib adalah LEKRON. Setuju? Oke. Setuju. Gue yakin, setiap anak FKG pasti nggak
bisa menjawa dengan pasti pertanyaan, “Udah berapa kali beli lekron selama
ngejalani perkuliahan?” Nggak bisa, kan? Ini namanya Teori Relativitas Lekron.
Tergantung kehilangan lekronnya berapa kali. Ada yang mungkin udah 1.267 kali
membeli lekron, ada yang mungkin 289 kali membeli lekron. Tapi, jangan lupa. Di
balik anak FKG yang udah membeli lekron sebanyak 289 kali, ada sosok anak FKG
yang udah mengumpulkan lekron anak FKG lainnya sebanyak 289 kali. Juragan
lekron illegal. Kenapa, sih, lekron sering hilang. Gue menganalisis:
Poin
pertama. Lekron adalah alat praktikum dengan frekuensi pemakaian yang tinggi.
Poin
kedua. Setiap anak FKG pasti mampu membeli lekron. Cuma di saat membutuhkan,
mungkin ketinggalan.
Nah,
di saat ketinggalan, otomatis anak FKG akan meminjam lekron temannya,
“Pinjem
lekron lo sebentar, ya”
Para
peminjam lekron ini ada beberapa tipe. Tipe yang pertama, bertanggung jawab.
Biasanya lekron yang dipinjam akan kembali ke pemiliknya. Hilang pun, pasti
diganti. Tipe kedua, ceroboh. Tipe yang ini sering menghilangkan lekron yang
dipinjamnya, tapi dia sadar telah menghilangkan lekron orang lain. Tipe ketiga,
si Pikun. Tipe ini tipe yang ngeselin banget. Pas ditagih buat balikin lekron
jawabannya, “Eh, gue minjem lekron lo, ya, tadi? Masa’, sih? Kayaknya ngak,
deh”. Rasanya pengen nyemprotin bibirnya pake air syringe kecepatan tinggi
sampe bibirnya berkibar-kibar. Tipe yang terakhir, sadar ngehilangin lekron
orang lain tapi cuek-cuek aja. Ini tipe yng paling banyak. Mayoritas peminjam
lekron adalah tipe ini.
Oke,
gue lanjutin analisis gue. Ketika seseorang kehilangan lekron, dia ingin
lekronnya balik lagi, bagaimanapun caranya. Ada juga yang mengikhlaaskan sih.
Nah, anak FKG yang ingin lekronnya balik lagi ini akan menghalalkan berbagai
cara. Seperti, pura-pura memindahkan lekron yang sedang ditinggalkan pemiliknya
ke dalam tasnya. Brengseque! Pemilik lekron tadi pun sadar lekronnya hilang.
Kemudian melakukan hal yang sama, pura-pura memindahkan lekron yang sedang ditinggalkan
pemiliknya ke dalam tasnya. Pemiliknya sadar lagi, terus mencari korban
selanjutnya. Begitulah terus siklusnya sampe Cut Pat Kai hidungnya jadi
mancung. Gue cuma punya pertanyaan, sebenarnya lari ke mana sih lekron-lekron
itu? Gue curiga ada anak FKG yang menjadidukun lekron. Dia bisa menggandakan lekron. Pergi praktikum
bawa 1 lekron, pulang ke rumah tiba-tiba isi tasnya ada 12 lekron.
3.
Pacar
Kalo
yang satu ini untung-untungan, sih. Ada yang tetep, tapi ada juga yang beneran
hilang. Kebanyakan pacar yang hilang adalah yang udah nggak sabar menunggu
pacarnya untuk cepat lulus dan segera meminang. Masalahnya, cepat lulus? Ha! Rasakan
dulu sini, hai, kelapa parut! Kadang, gara-gara pacarnya lama lulusnya. Si dia
jengah. Terus selingkuh buat pelampiasan. Eh, keterusan. Tiba-tiba ngundang,
deh. HA!
Kadang,
untuk mengakhiri hubungannya dengan anak FKg pun alasan-alasan aneh pun
dipake. Bagi cewek FKG yang diputusin,
“Maaf, ya. Aku nggak bisa lagi sama-sama kamu. Kamu berubah. Sejak kamu masuk
FKG, lenganmu membesar dan berotot gara-gara sering mikul alat press. Aku jadi
sakit pas pegangan tangan. Kita putus, ya”
Bagi
cowok FKG yang diputusin, “Maaf, ya. Kita putus. Dulu kamu harum. Sejak masuk
FKH, badan kamu bau gips. Terus tiap ketemuan, kamu sering bau jigong”
Menurut
lo? Di dalam mulut pasien mangap itu isinya cairan parfum?!
4.
Duit
Ini
jelas! Jelas sekali! Anak FKG tak mengenal tanggal muda maupun tanggal tua.
Ketika ia miskin, ya, miskinlah ia. Mau tanggal 1 kek, 2 kek, 28 kek. Nggak
ngaruh! Pembelian alat dan bahan praktikum adalah jawaban dari misteri
hilangnya duit dari dompet anak FKG. Karena duit di dompet anak FKG sering
hilang, mereka selalu berpikir kreatif bagaimana cara untuk mengisi dompetnya
lagi. Ada yang berwirausaha, ada yang memeras pacarnya, ada pula yang me-mark
up proposal ke orang tuanya. Harga lekron 17 ribu rupiah, dibilang 250 ribu
rupiah. Terkutuklah kau, Nak! Jadi, semiskin-miskinnya mahasiswa adalah
MAHASISWA FKG YANG TINGGAL NGE-KOST DAN DI AKHIR BULAN YANG SERET DIHARUSKAN
MEMBELI PERALATAN PRAKTIKUM YANG HARGANYA NAUJUBILE. Gue pernah ketemu orang
dan kenalan di jalan pada tanggal 24, akhir bulan.
“Kamu
kuliah di mana?”
“Di
FKG”
“Eh.
FKG? Di sini ngekost?”
“Iya.
Ngekost”
“MISKIN
KAMU! MISKIN! Menjauh! Menjauhhhh! Kamu mau minta-minta kan? Pergiii dari
hadapanku atau aku panggilkan satpol PP!”
Brengseque!
Senin, 11 April 2016
#AprilNulis NBC Palembang : Mars Perindo
Kubuka televisi.....
MARILAH SELURUH RAKYAT INDONESIA
ARAHKAN PANDANGANMU KE DEPAN
RAIHLAH MIMPIMU BAGI NUSA BANGSA
SATUKAN TEKADMU TUK MASA DEPAN
PANTANG.... MENYERAH....
ITULAH ... PEDOMANMU
ENTASLAH KEMISKINAN CITA-CITAMU
RINTANGAN TAK MENGGETARKAN DIRIMU
INDONESIA MAJU, SEJAHTERA, TUJUANMU
NYALAKAN API SEMANGAT PERJUANGAN
DENGUNGKAN GEMA, NYATAKAN PERSATUAN
OLEH PERINDO....
OLEH PERINDO....
JAYALAH INDONESIA
Bosan. Di kepalaku nada dan lirik lagu itu lengket bak pacet. Kumatikan
televisi dan mencari hiburan lain; stalking-stalking
di instagram.
MARILAH SELURUH RAKYAT INDONESIA
ARAHKAN PANDANGANMU KE DEPAN
RAIHLAH MIMPIMU BAGI NUSA BANGSA
SATUKAN TEKADMU TUK MASA DEPAN
PANTANG.... MENYERAH....
ITULAH ... PEDOMANMU
Video-video komedi di
instagram sedang getol-getolnya mengangkat tema mars ini. Terngiang lagi di
kepala. Otakku benar-benar tercuci.
Sialan. Lebih baik
aku minum kopi saja di cafe sendirian untuk memperbaiki mood. Lucu. Mood-ku bisa
kacau gara-gara sebuah lagu.
Kupesan secangkir caffe latte panas tanpa gula. Kebetulan,
aku penyuka rasa pahit. Dari kecil aku pun sering ngemil kertawali. Kuseruput
dengan nikmat. Ah... Tenang rasanya. Jauh dari lantunan lagu sialan itu.
Tiba-tiba...
Lagu Cemburu yang
dinyanyikan oleh Sandy Canester, muncul di playlist
cafe.
Kulelah
terus mencari..
seseorang yang selalu ada untukmu
kuingin hubungan intim, eh lebih maksudnya...
yang kau rasakan padanya
kuinginkan juga
seseorang yang selalu ada untukmu
kuingin hubungan intim, eh lebih maksudnya...
yang kau rasakan padanya
kuinginkan juga
Memoriku
serta merta melompat ke saat itu. Pahit. Sama sekali tak bisa kucegah.
Lagi-lagi. Lagu melemahkanku. Mengapa aku bisa dikontrol dengan mudahnya oleh
lantunan nada dan lirik?
Kesal.
Aku pun beranjak dari cafe dan pulang ke rumah.
Sesampainya
di rumah, kunyalakan laptop kemudian ku-download
lagu Mars Perindo. Kuputar keras-keras lagu itu dengan speaker eksternal. Repeat one.
Bodo amat dengan prasangka tetangga yang mungkin berkata, “Wah, Tomy sudah jadi
orang partai, ya, sekarang?”
Aku
harus melawan. Aku harus melawan. Aku tak mau suatu saat lagu ini mengurungku
dengan kenangan yang jelek. Kurang lebih 2 jam aku mendengarkan lagu ini dengan
sangat fokus.
Esoknya.....
Aku
sedang berada di klinik dokter bersama. Mau konsultasi karena tadi pagi, ketika
terbangun dari tidur, kudapati nanah sedang mengucur dari telingaku.
Tamat.
Senin, 04 April 2016
Peserta “Uji Nyali” Baper
Dulu,
program “Uji Nyali” di salah satu stasiun TV swasta kita sempat booming. Tau, kan? Tapi, pernah nggak,
ngebayangin kalo peserta yang ikut “Uji Nyali” tersebut baperan? Hmmm.. Gimana,
ya, kira-kira?
1. Peserta : “Stop..Stop” *sambil melambaikan
tangan ke kamera
Ustadz :
*mendatangi peserta* “Ada apa? Kenapa anda memutuskan untuk stop?”
Peserta : “Saya melihat makhluk
jadi-jadian, Tadz”
Ustadz : “Wah.. Pantas anda merasa ketakutan”
Peserta : “Saya nggak takut, Tadz. Saya
iri”
Ustadz : “Hah? Iri?”
Peserta : “ Iya, Tadz. Saya iri melihat
makhluk jadi-jadian itu. Karena saya dan gebetan saya nggak jadian-jadian”
Ustadz : “.......”
2. Peserta : *kesurupan*
“Arggg...grrrhhh...mmmmm...”
Ustadz : *Buru-buru mendatangi peserta kemudian
muli menginterogasi* Assalamualaikum. Apakah benar kamu PENUNGGU tempat ini?”
Peserta : ”Ngggh... Grrrh.. Iyaa. Benar sekali”
Ustadz : “Kenapa kamu masuk ke badan peserta ini?”
Peserta
: “Saya nggak mau jadi penunggu tempat ini lagi. Saya kasihan sama
peserta ini”
Ustadz
: “Maksudnya?”
Peserta
: “Iya. Saya kasihan. Saya mau jadi penunggu badan peserta ini aja. Mau
nemenin dia menunggu gebetannya putus dari pacarnya”
Ustadz
: “......”
3. Peserta : *berbicara ke arah kamera*
Sepertinya saya merasakan ada sesuatu yang mendekat.
Peserta : “Nampaknya sesuatu itu terasa
semakin dekat”
*tiba-tiba
si peserta beranjak dari duduknya*
Peserta : “Heh! Makhluk halus! Kalo mau
deketin, ya, deketin aja! Saya udah capek sama yang awalnya ngedeketin tapi
ntar ujung-ujungnya ngejauh! Saya capek di-php! Tembak aku! Tembak!”
Makhluk
halus : “.........” “Coeg, nih orang”
4. Peserta : *berbicara ke arah kamera*
Nampaknya ada yang mendekat ke arah sini.
Terasa sekali”
Ustadz : *bicara dari ruang monitor*
Berani juga peserta satu ini. Udah tau ada yang mendekat, tapi tidak takut sama
sekali”
Peserta : *bicara dalam hati* Saya nggak
bakal beranjak kalo ada yang mendekat. Akhirnya, setelah bertahun-tahun, ada yang ngedeketin saya lagi”
5. Ustadz :
*bicara ke arah kamera* Baiklah pemirsa. Peserta satu ini akan menguji
nyalinya di rumah yang tidak berpenghuni ini. Rumah ini tidak berpenghuni
selama 10 tahun dan katanya banyak makhluk halusnya”
Peserta : “Eh. Apa, Tadz? Saya nggak jadi
aja ikut uji nyali ini!”
Ustadz
: “Kenapa anda membatalkan? Anda
takut?”
Peserta : “Tidak! Sama sekali tidak! Rumah
ini baru tidak dihuni selama 10 tahun. Sementara hati saya tidak dihuni 15
tahun! Lebih sereman mana coba? Ustadz aja kalo berani uji nyali di dalam hati
saya!”
Ustadz : “......”
By : Tomy Aryanda
Jumat, 01 April 2016
Kebiasaan Anak FKG
1. Menggunakan istilah-istilah kedokteran gigi
dalam pergaulan sehari-hari
Disadari
atau nggak, anak FKG sering menggunakan istilah-istilah kedokteran gigi untuk menggantikan istilah sehari-hari dalam
pergaulan. Misal: “Ah, ganti angle selfie,
ah. Dari depan aja. Soalnya kalo angle-nya
dari proksimal, gue keliatan lebih tembem”. Jika sampai pada tahap yang
ekstrim, seorang mahasiswa FKG bisa aja mengganti istilah Long Distance Relationship menjadi
Long Diastema Relationship. Pacaran diastema jauh, gitu. Tujuan kebiasaan
satu ini cuma sekadar untuk gaya-gayaan, sih. Biar diliat orang lain “lebih
FKG”. Gitu
2. Fokus utama ketika pertama kali ngeliat orang,
menjadi berubah
Nah, ini
gue juga ngerasain. Gue tiba-tiba jadi suka merhatiin gigi orang lain kalo lagi
ngobrol. Pas baru kenalan dengan orang lain pun, mata tiba-tiba ter-zoom otomatis ke gigi orang tersebut.
Kebawa-bawa gara-gara kehidupan di kampus, sih. Lama-lama jadi kebiasaan. Kalo
orang yang diperhatiin giginya nggak ngeh, sih, enak. Nah, kalo orangnya ngeh
kalo giginya sedang diperhatiin? Bisa-bisa orang tersebut jadi risih atau
bahkan ketakutan. Siapa yang tahu gumaman dalam hati orang tersebut?
“Waduh.
Kenapa nih orang merhatiin gigi gue melulu dari tadi? Apakah dia sadar kalo
gigi gue kurang perhatian? Nggak. Gue nggak mau dia ngasih perhatian lebih ke
gigi gue! Gue nggak rela kalo gigi gue direbut sama dia!”
3. Seneng selfie
memakai jas putih
Ini
dilakukan demi “menaikkan status sosial” dan lebih meningkatkan “prestige”. Foto-foto itu seolah-olah
berkata, “Liat, nih. Gue pake jas putih. Gue calon dokter gigi. Lo harus camkan
itu!”
Emang, sih.
Rasanya ketika menggunakan jas putih, kebanggaannya jadi berlipat-lipat bagi
anak FKG maupun FK. Tapi, tetep jangan salah arah, ya. Sering gue lihat ada
yang memakai jas putih nggak pada tempatnya. Ada yang jalan-jalan ke mall pake jas putih, ada yang nongkrong
di cafe pake jas putih, atau saking cintanya sama jas putih; mungkin pas boker
pun dipake. Supaya apa gitu? Supaya bisa dilirik produsen pemutih pakaian buat
jadi bintang iklan?
Oh, iya. Selfie dengan jas putih ini biasanya
didukung dengan peralatan-peralatan seperti cermin mulut dan jarum suntik biar
lebih greget. Gue punya saran, nih. Supaya lebih greget, entar coba, deh, selfie pake jas putih sambil beneri
pentil kompresor dental unit.
4. Sering meng-upload
foto-foto yang berhubungan dengan perkuliahan dan praktikum
Nggak usah
heran ketika lo berteman di media sosial dengan anak FKG dan lo sering ngeliat
postingan foto yang mungkin lo anggap aneh. Ukir-ukiran berbentuk gigi, gigi
palsu yang baru dibuat, buku-buku yang tebelnya minta ampun, dan foto-foto
peralatan serem-serem nan aneh. Yup, anak FKG sering mem-posting foto hasil kerjaan praktikumnya. Apalagi kalo hasil
praktikumnya bagus, lebih puas aja. Lumayan, kan. Bisa bikin mental temen yang
hasil praktikumnya jelek jadi drop.
Muwahahaaha. Jahat!
Wajar aja,
sih. Soalnya praktikumnya susyeh. Jadi, kalo hasilnya udah jadi, dunia harus
tau kalo, “GUE BERHASIIIIIL”. Tapi, kalo yang di-posting adalah foto buku-buku yang tebelnya minta ampun, jangan
ragu untuk nulis komen begini, “Lagak lo boleh juga. Kayak dibaca aja tuh
buku”. Gue yakin lo bakal ditimpuk sama tuh buku. Lumayan rasanya.
5. Sering kepo ketika ngeliat orang make behel
Pertanyaan
andalannya adalah, “Masang di mana behelnya?”
Tujuannya
adalah untuk memastikan bahwa behel orang tersebut nggak dipasang di selain
dokter gigi. Zaman sekarang, jasa pasang behel online, pasang behel di salon dan tempat-tempat yang bukan
ditangani oleh dokter gigi sedang menjamur. Bahaya, nggak, sih? Bahaya.
Takutnya, entar gigi lo yang posisinya normal bisa jadi kayang, salto, kaki di
kepala, kepala di kaki atau posisi lainnya karena salah penanganan. Serem, kan?
Ilmu masang behel itu nggak sembarangan. Sekali lagi, nggak sembarangan.
6. Suka mengumpulkan barang-barang lucu dan unik
yang identik dengan FKG
Gue juga
punya kebiasaan yang satu ini. Kebiasaan yang satu ini sering dimanfaatkan oleh
anak FKG yang mempunyai jiwa bisnis kuat karena bisa dijadiin lahan bisnis.
Makanya, banyak yang jualan boneka lucu bentuk gigi, kaos yang ada gambar gigi,
stiker sampai gantungan kunci. Gue dulu sering mengumpulkan gantungan kunci
lucu dengan berbagai bentuk. Ada gantungan kunci berbentuk tang cabut, kaca
mulut, lekron, dan sonde. Gue cuma belum ketemu gantungan kunci yang bentuknya
kompresor atau alat press. Kalo nanti
nggak ketemu juga, palingan kompresor dan alat press beneran yang gue gantung di tas. Biar encok sekalian.
Boneka-boneka lucu berbentuk gigi juga sangat laku di kalangan anak FKG. Tapi,
ada juga yang nggak laku; kayak action
figure dosen.
7. Menangis
You know what I mean. Air mata
bukanlah barang mahal di FKG.
Sabtu, 26 Maret 2016
Macam Perilaku "Kekinian"
Roda
zaman terus berputar dan tingkah-tingkah ajaib terus bermunculan seiiring
perputarannya. Kekinian, katanya. Gue masih inget, “kekinian” pada zaman gue
kecil dan remaja dulu bentuknya macem-macem. Dan terus terang, gue bangga
pernah mengalami “kekinian” di zaman gue dulu. Pamer tazos yang susah payah
dikumpulin dari jajanan chiki-chiki, nyatet lirik lagu banyak-banyak di buku
tulis sampai tuker-tukeran diary buat ngisi biodata masing-masing. Beda lagi
dengan “kekinian” zaman sekarang. Gue sempat memantau perkembangan tingkah “kekinian”
zaman sekarang. Mau tau? Check it out!
1. Gambar Alis
Ini
lagi nge-hits banget di kalangan cewek-cewek; gambarin alis. Sebenarnya, ini
adalah tema yang sensitif bagi cewek-cewek. Kalo ketauan gue nulis ginian, gue
pasti udah dibegal di jalan sama Perhimpunan
Wanita Pelukis Alis Indonesia. Kalo ngeliat alis cewek zaman sekarang, kita
bisa menemukan berbagai variasi;
-
Bentuk : mulai dari bentuk sabit,
elang, gunung, lambang sepatu Nike terbalik (reserve Nike). Kalo ceweknya kreatif, kita juga bisa menemukan
bentuk piramid sampai bentuk borobudur.
-
Warna : Warnanya juga macam-macam.
Sesuai warna alis asli dan sesuai mood. Bisa jadi kalo lagi PMS, warna alisnya
jadi warna lava gunung berapi.
-
Ketebalan : Ketebalannya juga
macam-macam, mulai dari tipis minimalis, sampai dengan ketebalan mirip alis
Sinchan. Bahkan gue pernah ketemu cewek
yang tebal alisnya kayak kamus kedokteran.
Faktor
bentuk, warna dan ketebalan itu tadilah yang menjadi faktor tingginya”kasta”
cewek. Kalo bentuk, warna, dan ketebalannya nggak sesuai, jangan harap cewek
mau keluar dari kamarnya. Alis miring sebelah, gede sebelah, nggak simetris,
menyebabkan cewek duduk berjam-jam di depan meja rias. Gambar, hapus, gambar,
hapus lagi, gambar lagi, hapus lagi. Begitu terus sampai pas. Nggak heran,
pabrikan Staeddler sekarang
mengeluarkan produk baru berupa penghapus karet untuk pensil alis. Terus, demi
idealisme alis yang sempurna, ada beberapa cewek yang rela menggunakan waterpas
dan jangka sorong untuk mendapatkan alis yang simetris. Karena, bagi cewek
kekinian, keluar rumah dengan keadaan alis tak paripurna adalah sebuah AIB
besar bagi dirinya, keluarganya, dan keturunan-keturunannya kelak.
2. Foto “Nyeleneh”
Pernah
ngeliat gerombolan anak muda? Yang gayanya ajaib; nggak pake baju, pake kolor
doang, kadang cuma pakai handuk, pakai sarung, terus memegang payung, gayung
dan assesori lainnya? Kemudian foto-foto di lampu merah, zebra cross, dan mini
market? Terus fotonya di-upload ke media sosial mengatasnamakan “demi menghibur”.
I just don’t get it. Secara pribadi, gue nggak ngerasa terhibur. Mungkin ada
yang salah dengan selera gue, atau umur gue terlalu tua buat ngerti “hiburan
jenis kekinian”? Ah, entahlah. Kalo gue protes atau menyampaikan
ketidaksenangan gue, gue yakin bakal kena bully. “Nggak ngerti tren”, kata
mereka. Atau “Dasar muka tua!”. Bully-an
terakhir gue nggak terima.
3. Video Don’t Judge me Challenge
Ini
juga sempet nge-hits, terutama di media sosial instagram. Video ini biasanya
diawali dengan orang yang mukanya penuh coretan lipstik di sana sini dan wajah
sengaja dicoreng dengan pensil alis di sana sini. Rambutnya juga diawut-awutin.
Ekspresi mukanya juga dijelek-jelekin. Kemudian layar kamera ditutup kira-kira
1 detik dengan menggunakan jari. Setelah jari dibuka, taraaaaaaaaa.... Orang
yang tadinya jelek tiba-tiba berubah menjadi cakep. Kalo beneran, gue yakin
salon-salon bakal tutup. Gila aje, dalam sedetik mukanya bisa jadi gitu. Mana
ada salon yang bisa nyaingi coba? Oh, iya. Kadang-kadang ada juga yang failed,
sih. Pas jari yang menutupi kameranya dibuka, taraaaaaaa.... Wajah sesudahnya
nggak jauh beda sama wajah yang sebelumnya dijelek-jelekin. Tapi, tetap dengan
pedenya senyum-senyum centil. Senyum yang seolah-olah berkata, “Liat, nih. Gue
jadi cakep, kan?”. Cakep mata lo?!
4. Titip Nama di Kertas terus Fotoin
“Eh,
gue mau liburan ke Paris, nih. Lo mau nitip oleh-oleh apa?”
“Wah.
Tulis nama gue di kertas terus fotoin kertas yang ada nama gue di menara
Eiffel, ya”
Udah.
Gitu aja cukup. Gitu aja udah bikin yang nitip tadi ngerasa sangat bahagia. Gue
sering nemuin postingan foto model begini di media-media sosial.
“Hai,
Tyas. Dapet salam nih dari ketinggian 3.200 Mdpl. Kapan ke sini?”
“Hai,
Doni. Dapet salam dari buih ombak, nih”
Wajar
aja di gunung dan di pantai sekarang banyak orang buka usaha fotokopian, buat
jual kertas sama pena. Teman gue yang hobi mendaki juga punya pengalaman waktu
mendaki. Waktu sampai di puncak, mereka masing-masing membongkar tas untuk mengeluarkan seluruh perlengkapan. Dan ternyata,
teman mendakinya membawa SATU RIM kertas HVS! Cuma buat foto-fotoin nama orang
yang nitip ke doi! Ada lima Rukun Warga yang nitip nama kali, ya. Eh, tapi, lo pernah ngebayangin, nggak, kalo
kejadian gini :
“Eh,
gue mau berangkat, nih. Mau nitip apa?”
“Titip
tulisin nama gue di kertas, terus fotoin, ya”
“Oke...”
Ternyata,
di perjalanan, orang yang dititipin tadi meninggal dunia. Terus yang nitipin
tadi dapet kiriman paket dari JN*E yang isinya kertas bertuliskan,
“Hai.
Dapet salam nih dari kedalaman 2 m di bawah permukaan bumi. Kapan nyusul ke
sini?
Tamat
Fenomena "Sensor"
Kemaren-kemaren, netizen sempat
dihebohkan dengan disensornya tokoh Shizuka, di kartun Doraemon. Pada Doraemon “edisi sensor” tersebut,
Shizuka memang sedang mengenakan pakaian renang. Lantas, apakah gara-gara hal
tersebut, Shizuka pantas disensor? Terus terang, gue pribadi, merasa aneh.
Siapa yang terpancing birahinya coba, ngeliat anak kelas 4-5 SD pake baju
renang? Anak SD-nya dalam bentuk kartun pulak? Lagian apakah anak-anak kecil
polos yang menonton sontak berteriak, “ Waaah, asiiik. Shizukanya pake baju
renaaangg. Waaaahhh... Udelnya cantik, nggak bodong”. Nggak, kan? Malahan
mereka mungkin bertanya-tanya. Kenapa Shizuka disensor pada bagian tertentu.
Rasa penasaran mungkin saja timbul. Yang pasti, pihak penyensor udah suudzon
sama anak-anak yang menonton. Suudzon bahwa anak-anak yang menonton Shizuka pake
baju renang, malamnya bakal mimpi basah di usia 8-9 tahun. Terus kalo orang
dewasa yang nonton? Siapa yang kepikiran coba kalo mandangin Shizuka yang lagi
pake pakaian renang bisa bikin gairah naik? Punya belahan dada juga kagak. Anak
SD, kan? Bentuknya kartun 2 dimensi pulak. Yang nyensor kok kepikiran, ya?
Atau, jangan-jangan yang nyensor...... ah, cudalah.
Kayaknya, sekarang kalo ada unsur-unsur
yang mengandung atau bakal mengandung unsur “belahan”, pasti disensor. Kalo
tren nyensor terus berlanjut begini, takutnya bisa membuat hal-hal yang awalnya
nggak tabu bisa jadi tabu. Misal :
-
Setiap
Charlie (mantan) ST12 tampil di TV, belahan rambutnya disensor karena
mengandung unsur belahan.
-
Kamu.
Iya.. Kamu. Juga bakalan kena sensor. Karena kamu adalah “belahan” jiwaku.
Eeeaak.
-
Artis-artis
papan atas nggak bisa nongol di TV lagi karena mukanya kena sensor. Contoh artisnya
: Belah Saphira, belah Sophie, Nabelah JKT48, Laudya Chintya Belah. Nama-nama
mereka mengandung unsur belahan. (Bodo amat!)
-
Laut
merah nggak bakal bisa ada tayangannya di TV Indonesia. Kenapa? Karena juga
mengandung unsur belahan. Dulu banget kan, Laut Merah pernah dibelah sama Nabi
Musa. As?
-
Gambar
legendaris; 2 gunung, ada matahari, ada jalan di tengah-tengah sawah, sewaktu
zaman SD bakal kena sensor. Gambar gunungnya ada belahan.
-
Sungai
Ciliwung bakal kena sensor. Gara-gara sungai Ciliwung, kota Jakarta punya
belahan. Sungai Ciliwung kan membelah kota Jakarta?
Seharusnya, pihak yang berwenang dalam hal penyensoran
bisa lebih bijak dalam memilah mana yang pantas disensor dan mana yang nggak
perlu disensor. Udah dulu, ya. Buruan dibaca sebelum tulisan ini disensor.
Tipe-tipe Commenter di Instagram
Ada banyak jenis pengguna media sosial. Dan
kali ini, gue bakalan bahas tipe-tipe pengomentar di postingan-postingan di
media sosial Instagram. Gue lumayan aktif main instagram dan seringkali
menemukan komentar-komentar yang menggelitik. Gue langsung bahas aja, ya. Entar
kalian duluan tua kalo baca intro yang terlalu panjang.
1. Tipe Adu Peringkat
Sering baca komentar “First”? Atau “Pertamax”? “Keduax”?
“Ketigax”? Gue yakin, tipe pengomentar ini punya kebanggaan tersendiri apabila
berhasil posting komentar pada posisi pertama. Lucunya, seringkali yang ngomen “first”
pada satu postingan bisa lebih dari 5
orang. Jadi, ada 5 atau lebih komentar “first”. Kalo dalam pacaran, semuanya
ngaku jadi yang pertama, tapi kenyataannya dilimakan, dienamkan, ditujuhkan
dst. Komentar “pertamax” juga berhamburan. Masalahnya, komentarnya doang yang “pertamax”,
tapi kalo ngisi BBM di SPBU tetep pake premium, bahkan minyak tanah.
2. Tipe Pebisnis
Pebisnis memang dituntut untuk pandai membaca
peluang. Termasuklah membaca peluang untuk mengiklankan produknya. Akun-akun
instagram dengan followers gede,
biasanya menjadi sasaran tipe ini. Jadi, jangan heran ketika buka instagram
artis dan orang-orang top banyak komen spam
jualan. “Hai, sis. Kita jual cream pemutih murah meriah, loh. Sekali oles
langsung putih”. Pas diorder, yang nyampe ternyata cat tembok warna putih.
Nggak masalah, sih, kalo mau jualan. Tapi, yang sering bikin gue risih, kadang promonya
bisa menyinggung perasaan yang punya akun. Gue pernah jadi korban. Waktu itu
gue mem-posting foto gue yang sedang
duduk santai di pantai, lagi liburan. Kemudian ada akun promo yang komentar, “Jual
cream payudara. Bikin payudara
kencang, padat, dan berisi dalam waktu 2 minggu. Hubungi bla..bla..bla.. Gue
langsung tercekat ketika membaca komentar spam
jualan tersebut. MENURUT LO MUKA GUE BEGITU BUTUHNYA SAMA TETE*K SAMPAI-SAMPAI
HARUS NGEHUBUNGI LO BUAT NGEBESARIN UKURAN TETE*K SENDIRI???
3. Tipe 4LaY
Entah kenapa, semakin tua zaman, alay-alay
makin bermekaran di mana-mana. Lo bisa dengan mudahnya menemukan alay-alay di
media sosial mana pun; termasuklah di instagram. Komen-komen alay tersering
menurut survey gue :
-
“Follback dong, Kak”
Mendingan
kalo yang minta follback ini cewek
cakep atau dedek-dedek gemes. Ini, kadang yang minta follback adalah cowok yang baru tumbuh jakun dan postingan fotonya
banyak yang norak. Foto telanjang dada yang mamerin putingnya yang sering
tersengat matahari, foto lagi ngerokok dengan pose yang dianggapnya “keren” dan
foto-foto ajaib lainnya. Alasan gue follow
lo kenapa coba? Supaya gue bisa terus-terusan liat foto yang bikin mata gue
merah kayak banteng PMS?
-
#followforfollow #likeforlike
Gue nggak
ngerti sebenernya ini maksudnya apa.
Kayaknya takut banget semua tindakannya di media sosial bertepuk sebelah
tangan alias nggak berbalas. Ckckckck..
-
Like
foto-foto di instagram ku dong, Kak
Supaya apa
gitu? Sampai harus spamming komen
beginian di akun-akun instagram orang lain. Begini, ya, dek. Like (suka) itu nggak bisa dipaksa. Lo
juga nggak mau kan dipaksa suka ke seseorang yang nggak lo suka?
4. Tipe Cabul
Beuuughhh. Gue nggak abis pikir sama yang satu
ini. Gue sering nemuin komen jenis ini di akun cewek-cewek cantik yang seksi;
nggak terkecuali artis-artis cantik dan seksi Indonesia. Gue jarang nemuin
komen jenis ini di akun Instagram cowok-cowok. Ya, eyalah. Rada gimana gitu,
ya, kalo ada yang ngomentarin foto cowok dengan contoh kalimat seperti ini, “Aduh.
Pentilnya nyeplak banget. Kelupaan pake lakban, ya?”. Jijay.
Nah, kebalikannya di akun cewek-cewek cantik
nan seksi. Banyak komentar-komentar yang menurut gue rada nggak mikir, terlalu
brutal dan frontal, seperti, “Aduhh, bulet banget, ya”, atau “Wah. Gede, pengen
remes”. Gila nggak tuh? Kalo mau komen gituan jangan pake akun asli dong. Kayak
gue dong, kalo pengen komen gituan, pake akun palsu.
5. Tipe Kasar
Menurut gue, tipe pengomentar ini adalah jenis
yang otaknya paling nggak dipake buat mikir. Berkaca dari kasus salah satu
artis top Indonesia yang memperkarakan seseorang yang mengomentari postingan di
instagram milik kekasihnya dengan kata-kata yang menurut gue sangat-sangat
tidak pantas. Kalo lo mau komentar kasar di postingan instagram, harusnya lo
mikir. Kayak gue, gue pernah komentar kasar di postingan instagram orang. Gue
mengetik huruf K. Kemudian huruf A. Terus huruf S. A. R. Selesai. Gue pun
berhasil mengetik komentar KASAR. Oh, iya. Biasanya pengomentar jenis ini rada “melempem”.
Komentar sangar di media sosial, biasanya ciut kayak koreng kering pas diajak
ketemu langsung di dunia nyata.
6. Tipe Pendebat
Tipe yang selalu ingin menang dan mencari
perkara bahkan untuk hal-hal yang menurut gue nggak penting. Biasanya, kalo
udah debat di suatu postingan, panjang komentarnya bisa sampe 2 meter. Saling
berbalas antara pro dan kontra. Semuanya merasa benar dengan masing-masing
pendapatnya. Yang posting? Hanya tertawa sambil membaca orang-orang “perang
jempol” di postingannya.
Sebenarnya masih banyak, sih, tipe-tipe pengomentar lain yang bisa ditemukan di instagram. Kalo sempat, entar gue tulis
lagi, ya. Oh, iya. Gue mau curhat juga, nih, sedikit. Gue sering kesel
dengan kesenjangan kelamin di dunia instagram. Gue, tiap posting foto atau
video yang susah payah gue pikirin skenarionya supaya lucu, yang nge-like
palingan beberapa. Coba kalo yang punya akunnya cewek-cewek, cantik lagi,
walopun hanya posting bulu kaki atau lobang hidung yang di-zoom 100 kali, yang nge-like ratusan bahkan ribuan. Media sosial
kadang nggak adil. Ada yang berkilah, “Wajarlah yang nge-like banyak. Cewek-cewek cantik itu kan karya Tuhan. Video-video lo
karya manusia”. Oke lah. Tapi, gue juga pernah posting foto muka gue di
instagram, yang nge-like paling banter
11. Menurut lo, muka gue bukan karya Tuhan? Muka gue lo pikir karya kuntilanak yang
lagi magang?!
Rabu, 17 Februari 2016
Tomy Aryanda Quotes
- - Kau boleh memberi
saran, tapi jangan paksakan untuk dilakukan. Mengatur hidup orang lain
sesuai seleramu adalah hal bodoh. Kau juga belum tentu bisa mengatur hidupmu
sesuai dengan seleramu, bukan?
- - Untuk apa terus mengingat-ingat kesalahan orang lain?
Bukankah terkadang kau dengan mudahnya bisa melupakan kesalahan yang kau buat
sendiri?
Senin, 15 Februari 2016
SEGERA! Buku Kelima Gue; Diary Koas Gigi Sinting
Taraaaaa... Udah lama banget, ya, gue nggak nongol di
sini. Pasti nggak ada yang kangen, ya. Nah, kali ini gue tiba-tiba nongol lagi
karena mau ngabarin kalo bentar lagiiiii, buku kelima gue bakal terbit.
Yeaaaaay! Temanya masih tentang komedi koas gigi yang ditulis oleh gue; koas
gigi yang hampir 10 tahun berada di kampus. Iya, 10 tahun! Nggak percaya? Penasaran, kan. "Huh! Tua di kampus aja bangga". Diem dulu kamprut -____-" Entar
beli aja, ya, bukunya. Biar tau ceritanya. Judul bukunya “Diary
Koas Gigi Sinting”, dan akan diterbitkan oleh penerbit (yang mungkin udah khilaf mau nerbitin naskah gue) BIP Gramedia. Ini, gue
kasih sedikit cuplikan, yaaa :
Hari
ini gue ke kampus. Rencananya akan berdiskusi dengan dosen penanggung jawab
kasus. Sayang, dosen belum juga datang. Daripada bengong, gue ke perpustakaan. Buku-buku
di perpustakaan terlalu berat untuk otak gue. Niat gue mau ke perpustakaan cuma
buat cuci mata. Mungkin bisa bertemu cewek cantik, pintar, berkacamata, rambut
digelung, menggunakan atasan blazer, bawahan rok ketat, dan bibirnya merah
merekah sambil duduk membaca buku dan menggigit-gigit pena. Kemudian penanya
jatuh. Gue dengan sigap mengambil pena yang terjatuh tadi. Tiba-tiba cewek itu
berteriak, “Tolooong. Jambret penaa! Jambret pena!”. Gue pun digebukin sama
penjaga perpustakaan. Setelah gue jelasin, akhirnya cewek tadi minta maaf.
Penjaga perpustakaan tadi juga minta maaf.
“Saya
minta maaf, mas. Muka mas mirip rampok beneran.”
Sungguh.
Ucapan permintaan maaf yang sangat tulus.
Kenapa
fantasi gue jadi meluber di awal cerita, ya?
Gue
mengambil kursi dan duduk di samping seorang cewek. Wajahnya lumayan manis.
Terlihat di wajahnya, banyak butiran gula berceceran dengan beberapa semut
keluar dari lubang hidungnya. Sepertinya, cewek itu adik tingkat gue. Wajahnya
tampak sedih. Ketika gue duduk, dia menoleh sejenak sambil senyum terpaksa,
kemudian kembali memasang wajah sedih. Gue membalas senyumannya dengan terpaksa
juga. Busuk amat, kan, hati gue? Dia tampak tidak mengenal gue. Wajar saja sih.
Gue angkatan berapa, dia angkatan berapa. Jarak angkatan yang berbeda beberapa
ribu tahun cahaya. Lagi pula pasti dia mengira gue tukang bersih-bersih
perpustakaan yang mau menjahili cewek-cewek. Yah, akibat perpaduan muka tua dan
tampang mesum. Tidak heran reaksinya begitu.
Gue
mencuri pandang diam-diam. Bukan karena ganjen. Tapi gue melihat, cewek tadi
mulai menitikkan air matanya. Pengen sih, sok-sok gentle
dengan cara tiba-tiba mengusap air matanya memakai sapu tangan gue. Tapi niat
tersebut berhasil gue urungkan. Daripada kena gampar? Siapa gue berani-beraninya
mengusap air matanya pakai sapu tangan? Lagi pula sapu tangan gue juga penuh
bekas ingus. Kan, kasihan. Sudah berlinang air mata, belepotan ingus. Ingus
orang lagi.
“Ng...
maaf, dek. Kenapa? Jangan nangis, dong,” gue memberanikan diri menyapa.
Lagi-lagi bukan karena ganjen. Gue paling anti melihat cewek menangis.
“Eh...
nggak kenapa-kenapa, pak,” katanya sedikit terkejut sambil menyeka air matanya
menggunakan lengan kemejanya.
Pak?
Pak? Pak? PAK?!! Kata sapaan itu terngiang-ngiang di telinga gue. Mulut cewek
ini punya efek menggema. SETUA APA MUKA GUE SAMPAI HARUS DIPANGGIL PAK? Gue
menahan kesal. Ingin rasanya gue menjawab,
“Pak?
Oh. Oke, nak. Nangis saja lagi. Peduli apa gue?”
Tapi
gue tidak tega melihat seorang cewek menangis.
“Maaf,
dek. Saya bukan bapak. Saya kakak tingkatnya adek yang sedang kesurupan
sampai bisa nyasar di perpustakaan,” gue mencoba mengklarifikasi. Cewek tadi
tambah terkejut. Berpikir sejenak. Kemudian tampaknya berhasil mengambil
kesimpulan.
“Oh.
Iya, ya. Mungkin saja ia memang kakak tingkat gue. Sepertinya bapak ini
mahasiswa S3 tingkat akhir.”
Terserah
lo, dek... terserah.
Nah, itu sedikit cuplikan cerita
yang bakal ada di buku baru gue. Gue kasih sedikit cuplikan desain dalemnya,
yaaa... Biar makin penasaran. Tapi, kalo udah gue kasih cuplikan gini, jangan
nggak beli bukunya. Entar buku gue nggak laku terus nuler ke gue, gue juga
nggak laku-laku.
Gimana? Nggak bagus, kan? Eh, bagus
kan? Penasaran, kan? Rasanya pengen borong sekardus, kan? Ditunggu aja, ya.
SEGERA!
Langganan:
Postingan (Atom)