Sabtu, 12 Juli 2014

Pertanyaan-Pertanyaan yang Jadi Momok Waktu Lebaran



Lebaran adalah hari kemenangan bagi umat islam yang menjalankan ibadah puasa. Lebaran akan tetap menjadi hari kemenangan walaupun kamu belum memenangkan hati gebetan.  Lebaran akan tetap menjadi hari kemenangan walaupun kamu belum memenangkan ijazahmu. Semuanya berbahagia dan bersuka cita. Namun, bersiaplah. Biasanya akan ada sedikit “luka” yang akan menggores di hari kemenangan itu. “Luka” yang tergores oleh pertanyaan-pertanyaan yang mampu bikin kamu menelan toples kue lebaran dari lubang hidung.
Beberapa lebaran terakhir ini, gue, seorang mahasiswa tua yang lemah, selalu dijejali berbagai macam pertanyaan yang kelihatannya biasa saja tapi bisa membuat perasaan terhunjam perih. Mulai dari handai taulan, sanak saudara, mantan pacar, mantan gebetan, bahakan sampai orang yang nggak pernah menyapa semuanya tiba-tiba menjadi peduli dan akan menanyakan pertanyaan yang polanya sama. Kalian juga tentunya pernah mengalami, kan? Pertanyaan yang bagaimana, sih?

1.      Kapan kamu lulus?
Bagi mahasiswa telat lulus kayak gue, pertanyaan semacam ini termasuk ke kategori pertanyaan yang melanggar HAM. Siapa sih yang mau lulus lama? Siapa sih yang mau jenggotnya ubanan di kampus? Siapa? Jawaaab! Gue udah bertahun-tahun menghadapi pertanyaan ini tiap lebaran. Gue biasanya menjawab pertanyaan ini dengan :
a.       Senyum meringis
b.      Menangis
c.       Pura-pura nggak denger
d.      Menjawab dengan “Hanya Tuhan yang tahu. Itu rahasia Ilahi”
e.       Phone a friend
Kalo gue lagi males menjawab pertanyaan tipe ini sewaktu silaturahmi, gue biasanya menyamar jadi Pak Wiranto dan berhasil terhindar dari pertanyaan ini.

2.      Mana pacar kamu?
Pertanyaan jenis ini tidak menghargai kehidupan seorang jomblo. Biasanya orang yang melontarkan pertanyaan jenis ini selalu menyertai pertanyaannya dengan tatapan menyindir, penuh iba, atau mencibir, seolah-olah yang ditanya adalah sesosok makhluk yang diobral dengan potongan 75% pun nggak bakal laku. Padahal, kan jomblo itu ada 3 jenis, jomblo karena emang belum laku, jomblo yang memilih jadi jomblo karena nyaman dengan kejombloannya, dan biarawan/biarawati.  Tips gue kalo ada yang menanyakan pertanyaan ini, jawablah segera dengan, “Maaf, gue nggak bisa jawab. Bibir gue keseleo dan lidah gue kesemutan.”

3.      Kapan kamu nikah?
Helloww? Itu urusan lo? Plis, deh. Kenapa sih orang-orang seneng banget nanyain pertanyaan satu ini. Kalo yang ditanya mau nikah, kan si penanya juga bisa tau karena nanti bakal ada undangan. Jadi selama belum ada undangan, ya mingkem aja. Jodoh itu urusan Tuhan, bukan urusan lo. Yang paling sedih dan tertusuk dengan pertanyaan jenis ini adalah orang yang bahkan gebetan aja belum punya. Mau nikah sama siapa coba? Tips menghadapi pertanyaan jenis ini :
“Kapan lo mau nikah?”
“Sebentar lagi, lah.”
“Wah, selamat, ya. Sama siapa nikahnya?”
“Menikah dengan angin.”

4.      Kapan mau punya anak?
Bagi orang yang udah nikah dan belum punya anak, ini pertanyaan yang sensitif. Mana tau orang yang ditanyain emang belum mau punya anak atau emang mau punya anak tapi belum dikaruniai anak? Ada urusan-urusan tertentu yang kelihatannya biasa saja dan remeh tapi sebenarnya itu bukan urusan lo. Batasi plis. Kali aja bisa bikin orang lain tersinggung. Gue pernah sekali menanyakan pertanyaan jenis ini. Gue malah ditampar. Hal itu bikin gue jera. Gue menanyakan, “Kapan lo mau punya anak, sih?” ke teman SD gue dulu. Kebetulan teman gue itu seorang waria.

5.      Mana THR nya?
Orang yang ditanyai seperti ini, biasanya mengumpat dalam hati, “Gue belum lulus kuliah! Gue belum kerja! Gue jomblo! Gue belum punya gebetan! Makan di  cafe aja gue pake kartu jamsoskes! Orang macam apa yang tega memalak dari orang yang hidupnya miris kayak gue?!!”. Dilema juga, sih. Apalagi bagi mahasiswa jomblo single belum lulus dan belum kerja yang udah punya keponakan. Ya, namanya anak kecil biasanya dengan polosnya ngomong, “Om, tante, minta THR dong.” Atau terkadang orangtuanya berlagak polos dengan ngomong, “Nah. Minta THR sama om itu atau tante itu, gih. Umurnya udah lumayan tua, masa’ nggak ngasih THR?”
Dilemanya di sini. Nggak ngasih dikira pelit. Ngasih seribu-dua ribu rupiah dibilang bokek. Ngasih 50 ribu rupiah, terlihat kaya tapi bokek sesudahnya. Pertanyaan seperti ini jarang sih sebenarnya. Tapi kan, selalu aja ada orang yang kurang peka, apalagi soal duit.
Gue kalo dimintain THR sama sepupu atau ponakan, biasanya gue kasih KTP gue sebagai jaminan. Setelahnya, gue minta tolong bokap gue buat nebus.


So, siap lebaran, siap silaturahmi, siap juga menghadapi pertanyaan-pertanyaan di atas. Brace yourself!