Rabu, 17 Februari 2016

Tomy Aryanda Quotes

-         - Kau boleh memberi  saran, tapi jangan paksakan untuk dilakukan. Mengatur hidup orang lain sesuai seleramu adalah hal bodoh. Kau juga belum tentu bisa mengatur hidupmu sesuai dengan seleramu, bukan?


-     - Untuk apa terus mengingat-ingat kesalahan orang lain? Bukankah terkadang kau dengan mudahnya bisa melupakan kesalahan yang kau buat sendiri?



Senin, 15 Februari 2016

SEGERA! Buku Kelima Gue; Diary Koas Gigi Sinting



Taraaaaa...  Udah lama banget, ya, gue nggak nongol di sini. Pasti nggak ada yang kangen, ya. Nah, kali ini gue tiba-tiba nongol lagi karena mau ngabarin kalo bentar lagiiiii, buku kelima gue bakal terbit. Yeaaaaay! Temanya masih tentang komedi koas gigi yang ditulis oleh gue; koas gigi yang hampir 10 tahun berada di kampus. Iya, 10 tahun! Nggak percaya? Penasaran, kan. "Huh! Tua di kampus aja bangga". Diem dulu kamprut -____-" Entar beli aja, ya, bukunya. Biar tau ceritanya. Judul  bukunya “Diary Koas Gigi Sinting”, dan akan diterbitkan oleh penerbit (yang mungkin udah khilaf mau nerbitin naskah gue) BIP Gramedia. Ini, gue kasih sedikit cuplikan, yaaa :
Hari ini gue ke kampus. Rencananya akan berdiskusi dengan dosen penanggung jawab kasus. Sayang, dosen belum juga datang. Daripada bengong, gue ke perpustakaan. Buku-buku di perpustakaan terlalu berat untuk otak gue. Niat gue mau ke perpustakaan cuma buat cuci mata. Mungkin bisa bertemu cewek cantik, pintar, berkacamata, rambut digelung, menggunakan atasan blazer, bawahan rok ketat, dan bibirnya merah merekah sambil duduk membaca buku dan menggigit-gigit pena. Kemudian penanya jatuh. Gue dengan sigap mengambil pena yang terjatuh tadi. Tiba-tiba cewek itu berteriak, “Tolooong. Jambret penaa! Jambret pena!”. Gue pun digebukin sama penjaga perpustakaan. Setelah gue jelasin, akhirnya cewek tadi minta maaf. Penjaga perpustakaan tadi juga minta maaf.
“Saya minta maaf, mas. Muka mas mirip rampok beneran.”
Sungguh. Ucapan permintaan maaf yang sangat tulus.
Kenapa fantasi gue jadi meluber di awal cerita, ya?
Gue mengambil kursi dan duduk di samping seorang cewek. Wajahnya lumayan manis. Terlihat di wajahnya, banyak butiran gula berceceran dengan beberapa semut keluar dari lubang hidungnya. Sepertinya, cewek itu adik tingkat gue. Wajahnya tampak sedih. Ketika gue duduk, dia menoleh sejenak sambil senyum terpaksa, kemudian kembali memasang wajah sedih. Gue membalas senyumannya dengan terpaksa juga. Busuk amat, kan, hati gue? Dia tampak tidak mengenal gue. Wajar saja sih. Gue angkatan berapa, dia angkatan berapa. Jarak angkatan yang berbeda beberapa ribu tahun cahaya. Lagi pula pasti dia mengira gue tukang bersih-bersih perpustakaan yang mau menjahili cewek-cewek. Yah, akibat perpaduan muka tua dan tampang mesum. Tidak heran reaksinya begitu.
Gue mencuri pandang diam-diam. Bukan karena ganjen. Tapi gue melihat, cewek tadi mulai menitikkan air matanya. Pengen sih, sok-sok gentle dengan cara tiba-tiba mengusap air matanya memakai sapu tangan gue. Tapi niat tersebut berhasil gue urungkan. Daripada kena gampar? Siapa gue berani-beraninya mengusap air matanya pakai sapu tangan? Lagi pula sapu tangan gue juga penuh bekas ingus. Kan, kasihan. Sudah berlinang air mata, belepotan ingus. Ingus orang lagi.
“Ng... maaf, dek. Kenapa? Jangan nangis, dong,” gue memberanikan diri menyapa. Lagi-lagi bukan karena ganjen. Gue paling anti melihat cewek menangis.
“Eh... nggak kenapa-kenapa, pak,” katanya sedikit terkejut sambil menyeka air matanya menggunakan lengan kemejanya.
Pak? Pak? Pak? PAK?!! Kata sapaan itu terngiang-ngiang di telinga gue. Mulut cewek ini punya efek menggema. SETUA APA MUKA GUE SAMPAI HARUS DIPANGGIL PAK? Gue menahan kesal. Ingin rasanya gue menjawab,
“Pak? Oh. Oke, nak. Nangis saja lagi. Peduli apa gue?”
Tapi gue tidak tega melihat seorang cewek menangis.
“Maaf, dek. Saya bukan bapak. Saya  kakak tingkatnya adek yang sedang kesurupan sampai bisa nyasar di perpustakaan,” gue mencoba mengklarifikasi. Cewek tadi tambah terkejut. Berpikir sejenak. Kemudian tampaknya berhasil mengambil kesimpulan.
“Oh. Iya, ya. Mungkin saja ia memang kakak tingkat gue. Sepertinya bapak ini mahasiswa S3 tingkat akhir.”
Terserah lo, dek... terserah.
Nah, itu sedikit cuplikan cerita yang bakal ada di buku baru gue. Gue kasih sedikit cuplikan desain dalemnya, yaaa... Biar makin penasaran. Tapi, kalo udah gue kasih cuplikan gini, jangan nggak beli bukunya. Entar buku gue nggak laku terus nuler ke gue, gue juga nggak laku-laku.


Gimana? Nggak bagus, kan? Eh, bagus kan? Penasaran, kan? Rasanya pengen borong sekardus, kan? Ditunggu aja, ya.
SEGERA!